APAKAH MAKNA SEORANG PENDETA MEMAKAI CLERICAL COLLAR?

Baju menjadi sesuatu yang sangat penting bagi orang yang memakainya. Fungsi utama baju pada mulanya untuk menutup aurat manusia supaya tidak malu (ingat cerita kejatuhan manusia dalam dosa). Dalam perkembangannya baju sebagai sarana untuk melindungi tubuh dari cuaca yang ekstrem. Pada masyarakat  yang semakin maju baju telah menjadi mode yang akan menambah menarik penampilan seseorang. Bahkan baju disejajarkan dengan harga diri seseorang, baju menunjukkan identitas si pemakainya.
Orang Jawa punya ungkapan “ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana”. artinya bahwa harga diri dan kehormatan seseorang bisa dinilai dari cara dia bertutur kata dan berpakaian. Orang yang memakai baju putih dan celana pendek merah diidentifikasi sebagai anak SD yang masih kanak-kanak, orang yang memakai baju compang-camping dan lusuh diidentifikasi sebagai pengemis atau gelandangan yang akan dipandang sebelah mata, orang yang memakai baju loreng diidentifikasi sebagai anggota militer yang disegani, seorang yang memakai baju collar diidentifikasi sebagai pendeta yang dihormati karena jalan hidup yang dipilih untuk melayani Tuhan, dll.
Seorang pendeta sangat mudah dikenali ketika dia memakai jubah hitam atau putih dalam suatu ibadah. Jika diluar ibadah atau dilapangan pelayanan seorang pendeta akan mudah dikenali ketika memakai baju pendeta atau collar shirt. Baju pendeta memiliki istilah yang berbeda-beda disetiap daerah. Orang Sumatra menyebut dengan istilah parhobas, orang sulawesi menyebut dengan istilah toga mini, orang kalimantan menyebut baniang, dll. Namun secara umum baju pendeta dikenal atau disebut sebagai collar shirt atau clerical shirt, yang menyampaikan pesan bahwa baju itu dipakai oleh kaum klerus atau kaum agamawan, secara khusus dipakai oleh pendeta. Collar shirt atau baju pendeta adalah baju yang umum dikenakan oleh seorang pendeta atau imam tertahbis. Dimana baju tersebut pada krah atau lehernya terdapat garis putih/band terbuat dari kain atau plastik yang bisa dilepas pakai.
Sejak kapan kaum klerus atau agamawan/pendeta memakai pakaian khusus ini tidak banyak diketahui. Yang pasti bahwa pakaian tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, bahkan masing-masing denominasi mempunyai tradisinya masing-masing. Ada baju collar menurut tradisi Ortodok Timur, tradisi Katholik, tradisi Lutheran, tradisi Metodhist, dll. Di Indonesia, ketika seseorang memakai baju collar maka si pemakai diidentifikasi sebagai seorang pendeta. Pemakai baju collar di Indonesia pada umumnya adalah seorang pendeta prostestan, sekalipun pada mulanya lahir dan lebih dahulu dipakai oleh pastor Katholik.
Para pendeta ketika melakukan perkunjungan pastoral ataupun pelayanan di luar gedung gereja lebih suka memakai baju collar, disamping praktis juga lebih nyaman dan adem, tidak seperti ketika memakai jubah. Hanya saja banyak pendeta yang tidak mengerti atau memahami mengapa mereka memakai baju yang ber-collar. Jika si pemakai saja tidak mengerti apa maknanya apalagi umat? Setidaknya, sebelum kita memakainya sebagai busana khusus pendeta kita memahami terlebih dahulu supaya ketika ada umat yang bertanya kita bisa menjawabnya dengan mantap. Beberapa hal yang mungkin bisa memberi pencerahan kepada kita mengapa ada garis putih di baju yang dipakai seorang pendeta; diantaranya:
1) Baju ber-collar sebagai simbol atau pengakuan bahwa sekalipun manusia pembawa berita Injil itu berdosa (digambarkan dengan memakai pakaian hitam) namun mulut mereka dipakai Allah, pada bagian leher ada warna putih punya makna bahwa lidah mereka dipakai Allah untuk menyampaikan firmanNya yang suci.
2) Baju ber-collar merupakan tanda konsekrasi imamat kepada Tuhan. Sebagaimana cincin kawin menunjukkan kekhasan suami isteri dan menandakan persatuan di antara mereka, maka collar menunjukkan jati diri para pendeta sekaligus menunjukkan kedekatan mereka dengan Allah melalui penyerahan diri sendiri kepada panggilan tahbisan yang telah mereka terima.
3) Dengan mengenakan busana klerus dan dengan tidak memiliki pakaian berlebihan, pendeta menunjukkan ketaatan meneladani Yesus dalam kemiskinan material. Seorang Imam atau pendeta tidak memilih pakaiannya sendiri– Gereja lah yang memilih baginya.
4) Baju ber-collar mengingatkan seorang pendeta untuk menjaga tutur kata dan perilakunya agar tetap pantas dan mencerminkan jatidiri sebagai seorang pelayan yang harus bersaksi bagi Tuhan Yesus.
5) Baju ber-collar menjadi pengingat seorang pendeta untuk senantiasa siap melayani bagi siapun yang membutuhkan bantuan dan pertolongannya.
Demikian beberapa hal yang dapat dipahami ketika seorang pendeta mengenakan baju collar. Karena itu jika anda mengenakan baju ber-collar maka jagalah seluruh kata dan perbuatan anda, karena jati diri anda mencerminkan seorang pelayan yang membawa nama Kristus Yesus. Salam damai sejahtera.
Gloria Hasta Karya memproduksi baju pendeta, baju ber-collar untuk pendeta, kontak kami di:
WA            : +62 81 286 082 999
Facebook : Gloria Hasta Karya